Costum Search Enginge (CSE)

Loading

Ingatlah Hari ini ^

Senin, 24 Desember 2012

Persalinan Prematur


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bab III Pasal 3 ). Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan (UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bab V Pasal 10)
Pengawasan kehamilan atau Antenatal Care penting bagi wanita hamil mulai dari trimester I sampai trimester III supaya komplikasi dalam kehamilan seperti persalinan prematur dapat dikenali secara dini, karena 70% kematian perinatal disebabkan oleh persalinan premature (Manuaba,2007)
Persalinan premature seharusnya bisa diturunkan untuk mencegah angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Bayi premature, karena tumbuh kembang organ vitalnya, menyebabkan ia masih belum mampu untuk hidup diluar kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi (Manuaba,2007)
Persalinan preterm adalah persalinan ynag dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 ( Varney, 2008). Persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 g ( Manuaba, 2007 ). Persalinan preterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram ( FK UNPAD, 1983)
Kematian Bayi merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan kejadian kematian bayi. Di Indonesia, AKB tahun 2009 sebesar 30/1000 kelahiran hidup. Di Kota Padang kasus bayi lahir mati pada tahun 2010 adalah 50 orang/16.542 kelahiran. Sementara bayi (0 – 12 bulan) mati pada tahun 2010 berjumlah 86 orang. Pada tahun 2009 terdapat 37/16.486 bayi mati dan 2008 terdapat 164 orang kematian bayi dari 15.639 kelahiran hidup. Kasus kematian Perinatal pada tahun 2010 sebanyak 83/16.492 kelahiran. Kasus kematian Perinatal ini masih cukup tinggi (DKK Padang, 2010).Tingginya angka kematian bayi disebabkan oleh kelahiran preterm, asfiksia neonaturum, infeksi, trauma persalinan, cacat bawaan dan berat badan lahir rendah ( Manuaba, 1998)

Kasus kematian maternal tahun tahun 2010 di Kota Padang sebanyak 15/16.492 kelahiran hidup, sedikit meningkat dibanding tahun 2009 sebanyak 14 orang/16.486 kelahiran hidup dan sama dengan tahun 2008 kasus Kematian Ibu terdapat 15 orang yang meninggal dari 15.693 kelahiran. (DKK Padang, 2010)

Semua ibu hamil menghadapi risiko terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kesakitan , kecacatan, dan kematian pada ibu dan bayi. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm, yaitu : hamil usia muda dan tua ( <20 tahun dan > 35 tahun ) dan kenaikan berat badan ibu hamil. (Manuaba, 2007)

Jumat, 21 Desember 2012

Status Gizi Balita


Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah persentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate underweight).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi.
Di Indonesia pada tahun 2010, status gizi balita menurut BB/U,  balita yang mengalami gizi buruk sebesar 4,9%, yang mengalami gizi kurang sebesar 13%, dan yang mengalami gizi lebih sebesar 5,2%. Sumatera Barat merupakan daerah yang sudah baik dalam hal gizi, balita yang mengalami gizi buruk hanya sebesar 2,8 %, pada balita yang mengalami gizi kurang, persentasenya  sebesar 14, 14 %, dan gizi lebih sebesar 1,6 %. (Profil Data Kesehatan Indonesia, 2011)

My World

U R U